Sabtu, 19 Agustus 2023

SPESIAL PERINGATAN 78 KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA

 


Bulan Agustus adalah hari kemerdekaan negeri ini. Untuk pertama kalinya setelah pandemi, akhirnya saya dapat mengikuti upacara bendera secara luring di kantor. Dan alhamdulillah saya berkesempatan berdiri di baris kedua. Posisi tersebut membuat saya lebih hikmat mengikuti jalannya upacara. Rasa haru, bahagia, dan bersyukur turut menyelimuti diri ini. Ketika bendera merah putih dikibarkan, tak terasa air mata saya menetes cukup deras. Melihat bendera merah putih yang perlahan dikibarkan, yang saya pikirkan adalah kehebatan para pejuang bangsa yang telah berhasil merebut kemerdekaan dari tangan penjajah. Mereka mengerahkan seluruh jiwa dan raganya serta bersatu padu supaya negeri ini merdeka. Tidak sedikit dari mereka yang kehilangkan orang tua atau sanak keluarga. Kemerdekaan Indonesia telah direbut dengan pertumpahan darah. Adilkah jika perjuangan merebut kemerdekaan saya anggap hanya sejarah belaka? Pantaskah jika kemerdekaan yang sekarang dinikmati hanya dianggap sebagai hadiah dari para pejuang? Apa yang bisa saya lakukan untuk tetap mempertahankan kemerdekaan negeri ini?. Itulah beberapa pertanyaan yang muncul untuk menjadi perenungan diri supaya saya tidak berhenti bergerak.

 

Pada saat penyampaian amanat inspektur upacara, Bapak Gubernur menyampaikan bahwa sebaik-baik hadiah proklamasi adalah bersyukur. Bersyukur berarti kita bekerja dengan sungguh-sungguh untuk melaksanakan tugas dan peran Bank Indonesia sehingga dapat bermanfaat untuk masyarakat, bangsa, dan negara.

 

Amanat Bapak Gubernur tersebut sekaligus mengingatkan saya untuk menjadi seorang pegawai yang amanah dan bersungguh sungguh dalam mengerjakan pekerjaan yang ditugaskan. Di Bank Indonesia, saya diberi tugas untuk menyusun peraturan. Dengan demikian, saya harus selalu meningkatkan kemampuan dan pengetahuan supaya peraturan yang saya susun berdaya guna dan berhasil guna, baik untuk internal Bank Indonesia maupun pelaku industri yang berkaitan langsung dengan Bank Indonesia.

 

Sehari sebelum pelaksanaan upacara bendera, di siang hari waktu istirahat, saya mengikuti kajian muslimah bertemakan “Jiwa yang Merdeka”. Kajian tersebut disampaikan oleh Ustadzah Fathiyah Khotib. Beliau menyampaikan bahwa jiwa yang merdeka terbagi dalam 3 aspek, yaitu merdeka dalam hal aqidah, merdeka dalam hal syariat, dan merdeka dalam hal akhlak. Merdeka dalam hal aqidah berarti kita mengimani dengan sepenuh hati bahwa Allah adalah Tuhan seluruh alam. Kita senantiasa untuk terus meningkatkan keimanan dan menjaga kualitas iman kita kepada-Nya. Merdeka dalam hal syariat berarti kita melaksanakan rukun islam dengan penuh kesadaran dan melaksanakannya hanya karena Allah. Merdeka dalam hal akhlak berarti kita melakukan kebaikan baik secara terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi serta tidak diperbolehkan untuk menghakimi seseorang yang melakukan perbuatan buruk.

 

Sore hari setelah paginya upacara bendera, saya mengikuti kegiatan sholawat dan istighosah di masjid istiqlal Jakarta. Sebuah kegiatan hari Kamis malam Jumat yang rutin saya ikuti. Selain istighosah dan sholawat, acara tersebut juga dilengkapi dengan tausiyah oleh Bapak Prof. Nasarudin Umar, Imam Besar Masjid Istiqlal. Dalam tausiyahnya, Bapak Prof. juga mengingatkan kita tentang kemerdekaan negeri ini dan bersyukur atas kemerdekaan yang saat ini kita rasakan. Beliau menyampaikan bahwa beliau sangat bersyukur menjadi muslim dan juga bersyukur menjadi warga negara Indonesia. Di saat kondisi ekonomi global sedang tidak baik-baik saja, Indonesia justru menjadi negara yang memiliki pertumbuhan ekonomi yang cukup baik. Beliau juga berpesan untuk tidak mudah tersulut jika ada oknum yang membakar kitab suci Al-Quran. Karena sejarah membuktikan bahwa siapapun yang mencoba memerangi islam maka islam akan menjadi semakin kuat.

Peringatan 78 kemerdekaan RI tahun ini menjadi spesial dengan rangkaian mulai dari kajian muslimah-upacara bendera-sholawat dan istighosah. Kegiatan-kegiatan tersebut semakin menguatkan eksistensi saya sebagai warga negara, muslimah, dan pegawai. Sebagaimana yang pernah saya dengar dari Habib Husein bin Ja’far bahwa setiap kita layaknya tetesan dalam samudera. Setiap kita memiliki peran penting dalam suatu peradaban. Maka tugas kita adalah menjadi versi terbaik di setiap peran kita.


0 komentar:

Posting Komentar