Tulisan kali ini mungkin tidak sarat inspirasi. Namun, apa yang
kami bertiga jalin, semoga bisa menjadi hikmah bagi teman-teman yang sedang
atau telah menjalin pertemanan (cewek cowok).
Dulu, sewaktu MTs dan MAN, bisa dibilang saya paling pemalu saat
berhadapan dengan lawan jenis. "JAIM" banget, begitulah istilahnya.
Karena merasa tidak "be my self", keputusan merantau ke luar
Jawa Timur saya pikir adalah salah satu jalan untuk mengeksplor diri. Yang pada
akhirnya, sedikit demi sedikit saya menemukan kenyamanan menjadi diri.
Teringat pesan dari Ibu Nyai (panggilan yang ditujukan kepada
pengasuh pondok pesantren) dalam hal menjalin pertemanan antara cewek dan cowok
"Hai gadis, jagalah dirimu supaya pria menghormatimu". Pesan singkat
dari Ibu Nyai itu terus menerus berdengung di kepala saya, bahkan sampai
sekarang. Dan juga baru sekarang saya memahami maksud dari pesan Ibu Nyai
itu.
Bekerja di lingkungan yang berdominasi laki-laki alhamdulillah
tidak menghalangi diri saya untuk bergerak menuangkan ide-ide. Belajar bareng,
diskusi bersama, dinas bareng, maen bareng bahkan ngopi bareng itulah bentuk
kebersamaan kami. Kebersamaan yang belum lama terjalin tetapi sudah seperti
terjalin lama. Kebersamaan yang tidak mengenal waktu. Bahkan hingga larut dan
tak mengenal hari. Jikalau itu untuk satu tujuan yang sama, dengan tekad yang
sama, ternyata semuanya mudah untuk dijalani.
Mereka tidak sebatas teman kerja, tapi sudah seperti saudara.
Jika salah satu mengalami kendala, maka akan segera diselesaikan bersama. Jika
salah satu sakit, maka yang lain mengusahakan supaya lekas sembuh. Jika salah
satu rapuh, maka yang lain berupaya untuk menguatkan. Jika salah satu merasa
lapar, maka yang lain mengusahkan datangnya makanan.
Ingatan saya masih sangat jelas saat saya mencoba untuk pamit
undur diri dari barisan tim kerja yang baru berusia 3,5 bulan ini. Berat!.
Sangat berat rasanya. Tidak tega. Nyaliku ciut untuk menyampaikan. Namun, tak
ada pilihan lain selain harus kusampaikan. Dan saya hanya bergantung pada Tuhan
semoga keputusan ini adalah keputusan terbaik yang membawa berkah di kemudian
hari.
Memang, saat itu raut sedih terpampang jelas di
wajahnya.Sampai-sampai mata ini tak sanggup untuk menatapnya. Namun, tak
sedikit pun ungkapan dari mereka yang berusaha melemahkan diri saya. Kalimat
kalimat hikmah yang menenangkanlah yang terus keluar dari mulut mereka. Jika
bukan karena keimanan yang menyelimuti hati mereka, lantas apalagi?. MasyaAllah....
Haru piluku tak terhenti sampai disitu. Di detik detik
terakhirku menjalankan tugas, mereka dengan setia menunggu ku sampai pekerjaan
tuntas terselesaikan. Tidak melihat waktu, padahal saat itu sudah larut waktu.
Dan jadilah itu malam perpisahan kita di salah satu sudut ruangan mungil
tercinta.
Temans, terima kasih untuk kebersamaan sesaat yang sarat hikmat.
Semoga silaturahim kita terus terjaga. Sungguh, bagi saya tidak ada perpisahan
diantara kita.



0 komentar:
Posting Komentar