Selasa, 23 Oktober 2018

Tidak Sebatas Teman Kerja


Tulisan kali ini mungkin tidak sarat inspirasi. Namun, apa yang kami bertiga jalin, semoga bisa menjadi hikmah bagi teman-teman yang sedang atau telah menjalin pertemanan (cewek cowok). 

Dulu, sewaktu MTs dan MAN, bisa dibilang saya paling pemalu saat berhadapan dengan lawan jenis. "JAIM" banget, begitulah istilahnya. Karena merasa tidak "be my self", keputusan merantau ke luar Jawa Timur saya pikir adalah salah satu jalan untuk mengeksplor diri. Yang pada akhirnya, sedikit demi sedikit saya menemukan kenyamanan menjadi diri. 

Teringat pesan dari Ibu Nyai (panggilan yang ditujukan kepada pengasuh pondok pesantren) dalam hal menjalin pertemanan antara cewek dan cowok "Hai gadis, jagalah dirimu supaya pria menghormatimu". Pesan singkat dari Ibu Nyai itu terus menerus berdengung di kepala saya, bahkan sampai sekarang. Dan juga baru sekarang saya memahami maksud dari pesan Ibu Nyai itu. 

Bekerja di lingkungan yang berdominasi laki-laki alhamdulillah tidak menghalangi diri saya untuk bergerak menuangkan ide-ide. Belajar bareng, diskusi bersama, dinas bareng, maen bareng bahkan ngopi bareng itulah bentuk kebersamaan kami. Kebersamaan yang belum lama terjalin tetapi sudah seperti terjalin lama. Kebersamaan yang tidak mengenal waktu. Bahkan hingga larut dan tak mengenal hari. Jikalau itu untuk satu tujuan yang sama, dengan tekad yang sama, ternyata semuanya mudah untuk dijalani. 

Mereka tidak sebatas teman kerja, tapi sudah seperti saudara. Jika salah satu mengalami kendala, maka akan segera diselesaikan bersama. Jika salah satu sakit, maka yang lain mengusahakan supaya lekas sembuh. Jika salah satu rapuh, maka yang lain berupaya untuk menguatkan. Jika salah satu merasa lapar, maka yang lain mengusahkan datangnya makanan.  

Ingatan saya masih sangat jelas saat saya mencoba untuk pamit undur diri dari barisan tim kerja yang baru berusia 3,5 bulan ini. Berat!. Sangat berat rasanya. Tidak tega. Nyaliku ciut untuk menyampaikan. Namun, tak ada pilihan lain selain harus kusampaikan. Dan saya hanya bergantung pada Tuhan semoga keputusan ini adalah keputusan terbaik yang membawa berkah di kemudian hari. 

Memang, saat itu raut sedih terpampang jelas di wajahnya.Sampai-sampai mata ini tak sanggup untuk menatapnya. Namun, tak sedikit pun ungkapan dari mereka yang berusaha melemahkan diri saya. Kalimat kalimat hikmah yang menenangkanlah yang terus keluar dari mulut mereka. Jika bukan karena keimanan yang menyelimuti hati mereka, lantas apalagi?. MasyaAllah....

Haru piluku tak terhenti sampai disitu. Di detik detik terakhirku menjalankan tugas, mereka dengan setia menunggu ku sampai pekerjaan tuntas terselesaikan. Tidak melihat waktu, padahal saat itu sudah larut waktu. Dan jadilah itu malam perpisahan kita di salah satu sudut ruangan mungil tercinta. 

Temans, terima kasih untuk kebersamaan sesaat yang sarat hikmat. Semoga silaturahim kita terus terjaga. Sungguh, bagi saya tidak ada perpisahan diantara kita. 






   




0 komentar:

Posting Komentar