Kamis, 18 Oktober 2018

Tentang Perjalanan Hidup

Kala itu di sore hari Bapak Direktur memanggil saya melalui telepon di ruangan. Kemudian bergegaslah saya datang ke ruangan beliau. Obrolan demi obrolan pun kita lalui. Pada intinya perbincangan kami mengerucut pada 3 hal, dua diantaranya tentang pekerjaan dan satu diantaranya tentang kehidupan saya. 

"Bagaimana kamu disini? Apa kamu masih tetap mengejar BI mu?", tanya beliau. "Saya kok merasa  sebaiknya kamu tetap disini saja", tambahnya. 

Saya berpikir bahwa saat itulah adalah saat yang tepat untuk berkata sejujurnya kepada Bapak Direktur. Tidak bermaksud menyakiti, tetapi saya tidak mau membohongi kata hati. 

Dengan rasa gugup dan hati dag dig dig, berharap apa yang saya sampaikan berkenan di hati beliau. Saya pun menjawab "Bapak, pada dasarnya sampai saat ini saya sedang konsisten untuk menggapai impian saya. Ada 3 impian saya, Pak. 1. Impian terhadap pekerjaan saya. 2. Impian terhadap kehidupan saya. dan 3. Impian terhadap pendidikan saya. Dalam hal pekerjaan saya ingin bekerja di tempat yang mempunyai organisasi lebih besar, Pak. Dalam hal kehidupan saya ingin menikah dan berumah tangga. Dalam hal pendidikan saya ingin melanjutkan kuliah S-2. Tentang BI, hhmmmmm.....saya dulu ikut tes BI hanya coba-coba (iseng) saja, Pak. Karena pada tahap akhir ga lolos, yasudah berarti rejeki saya tidak di tempat itu. "

Jawaban saya memang tidak to the point. Namun, Bapak Direktur telah menangkap maksud jawaban saya. "Oh yawes saya sudah tau jawabanmu", ucap beliau. 

Dalam hal pekerjaan, bisa dibilang saya banyak silang pendapat dengan orang tua. Salah satunya mengenai konsepsi bersyukur. Kebanyakan orang mungkin berpikir bahwa kemapanan adalah tujuan utama dalam hal pekerjaan. Namun, mohon maaf konsepsi itu belum bisa masuk dalam pemikiran saya. Saya berpikir bahwa kemapanan itu suatu proses, bukan tujuan. Dan berjiwa untuk terus mengembangkan diri adalah ruhnya. Bukankah pemberhentian akhir perjalanan suatu proses adalah saat ruh kembali pada Sang Pencipta?. Dalam hal kemampuan, bukankah Allah lebih menyukai jika kemampuan itu bisa dikembangkan dan bermanfaat untuk banyak orang? Bukankah arti bersyukur itu tidak hanya berucap "Alhamdulillah"? Akan tetapi salah satu bentuk bersyukur adalah dengan mengoptimalkan kemampuan yang kita miliki. Itulah konsepsi yang terus saya bangun dalam pikiran saya. Terkadang sedih jika dalam prosesnya saya masih dibilang tidak bersyukur. 

Namun, kini Allah telah menunjukkan kuasa-Nya. 

Tepat pada tanggal 12 Juli 2018, saya dibuat kaget dengan masuknya email rekrutmen Bank Indonesia. Padahal saat itu saya juga sedang menjalani tahapan tes pada salah satu BUMN. 

Database tentang diri saya memang masih tersimpan di sistem DSDM BI oleh karena ketidaklulusan saya pada tes tahap akhir penerimaan Pegawai Calon Staf BI Thn 2017. 
Pada saat membuka email tersebut, hati saya sempat dag dig dug. Dalam hati saya bilang, "Ini maksudnya Allah bagaimana ya? Kenapa BI datang lagi saat saya juga sedang menjalani tahapan tes pada BUMN". Tanpa berpikir panjang, oleh karena tidak semua orang mendapatkan kesempatan tersebut, saya pun menerima penawaran dari rekrutmen BI untuk menjalani tahapan tes yang hanya 2 tahap, yakni tes kesehatan dan tes wawancara akhir. Salah satu hal yang paling saya sukai dalam tahapan rekrutmen tes BI adalah waktunya yang tidak mengganggu jam kerja, yakni diadakan pada hari Sabtu dan Minggu, kecuali wawancara. Kebetulan tesnya diselenggarakan di Jakarta. 

Di setiap tahapan tes, saya berusaha untuk terus membangun pemikiran bahwa kesempatan mengikuti tes adalah sebuah nikmat yang patut untuk disyukuri, dan salah satu cara bersyukur adalah dengan mengoptimalkan  kesempatan yang diberikan tersebut.

Berjarak 9 hari sejak tanggal pelaksanaan tes kesehatan, hasilnya pun diumumkan. Dan alhamdulillah saya dinyatakan lulus pada tes kesehatan dan psikiatri. Bersamaan dengan itu, jadwal wawancara pun diumumkan, yakni 3 hari setelah pengumuman.

Sedikit ada drama pada saat tau bahwa ternyata jadwal wawancara berbarengan dengan jadwal saya dinas di Jakarta. Kebetulan jadwal dinas di Jakarta berlangsung 2 hari, yakni hari Senin dan Selasa. Dan jadwal wawancara saya pada hari Selasa. Sempat panik dan galau, konsultasi sana sini. Namun, yang tidak bisa terbantahkan adalah kata hati. Hati saya berkata bahwa jika ada kesempatan, saya benar-benar akan datang mengikuti tes wawancara itu. Bagaimanapun tidak semua orang bisa mendapatkan kesempatan dipanggil untuk wawancara oleh BI. 

Setelah mendapat masukan dari Ibu senior, pada hari Senin saya mencoba untuk nego ke bagian DSDM BI untuk minta pengunduran waktu tes wawancara (hari Rabu) karena kebetulan saya juga berada di Jakarta atau jika tidak saya mohon ijin untuk wawancara pada hari Selasa sore pada saat pulang dinas. Bagian DSDM BI pun menyarankan untuk menyampaikan maksud saya melalui email. Belum sempat saya menyampaikan maksud saya melalui email, tiba-tiba pembuat acara menyampaikan bahwa acara 2 hari di Jakarta dimampatkan menjadi 1 hari sehingga acara pada hari Selasa ditiadakan. Tidak ada hal lain yang kupikirkan saat itu melainkan berucap "MasyaAllah....Alhamdulillah. Beginikah cara-Mu memudahkan jalan hamba-Mu ini, Ya Robb?". Singkat cerita, alhamdulillah pada hari Selasa saya dapat mengikuti tes tahap akhir wawancara di BI dengan hati tanpa beban. 

Tepat 7 hari setelah pelaksanaan wawancara, hasilnya pun diumumkan. Alhamdulillah saya kembali dinyatakan lulus pada tahap wawancara akhir dan langsung mendapatkan jadwal untuk pemberkasan. 

Kegalauan belum berhenti pada saat tahap wawancara akhir BI. Karena saya pun dinyatakan lulus dalam tahapan tes akhir di rekrutmen salah satu BUMN saya ikuti.  

Disinilah saya merasa bahwa peran silaturahim sangat penting. Kepada Bapak ex-Direktur saya menceritakan semua kebimbangan saya. Dan alhamdulillah sepulang dari rumah beliau, kemantapan hati mulau terarah. Namun, sebagaimana pesan beliau, bahwa sholat istikhoroh harus tetap dijalankan. Karena Allah yang Maha Tahu kehidupan saya di masa mendatang. 

Setelah mempertimbangan banyak hal, bismillah dengan kemantapan hati saya memutuskan untuk berkarya, mengabdikan diri, dan mengabdikan ilmu saya di lembaga negara yang bernama Bank Indonesia. Dan surat pengajuan resign pun saya layangkan tepat 3 hari setelah saya silaturahim ke Bapak ex-Direktur. 

Closing
Bahwa setelah saya berpikir dan merenung, saya menyimpulkan bahwa hidup salah satunya adalah tentang syukur dan sabar. Bagaimana kita harus bersyukur bahwa Sang Pencipta menyuguhkan kenikmatan yang tiada tara untuk hamba-Nya. Bagaimana kita harus bersabar di saat Sang Pemilik waktu belum berkenan mengabulkan doa dan keinginan kita. Dan kita sebagai hamba, dengan minimnya rasa sabar dan syukur, Allah tak henti-hentinya mengalirkan nikmat dan rejeki-Nya. Semoga kita menjadi hamba Allah yang pandai bersyukur. Aaamiin. 

Ya Allah....saya berusaha untuk meminta semuanya dari-Mu. Namun, seringnya Engkau memberikan lebih dari apa yang saya minta. Terima kasih Ya Allah.


0 komentar:

Posting Komentar