Minggu, 22 Oktober 2023

Terjebak Cinta Monyet, Awal dari Keputusan Masuk Pesantren

 


Keputusan ku masuk pesantren dibilang sangat mendadak. Saking mendadaknya, Bapak tak hentinya bertanya tentang keseriusanku, ”Beneran Nduk mau masuk pesantren?”, tanya Bapak beberapa kali. Dan setiap ditanya, jawabanku selalu ”Iya, Pak”. Bahkan terkadang jawabanku seolah ingin segera masuk pesantren. Ga nunggu bulan depan atau tahun depan. Tapi secepatnya.


Bapak mengira keputusanku masuk pesantren adalah supaya aku terbebas dari pekerjaan rumah dan tugas menjaga 2 (dua) adikku yang saat itu masih balita. Padahal bukan itu sebab utamanya. Sebab utamanya adalah karena aku ingin kabur dari cinta monyet yang tidak jelas. Wkwkwk.


Pertama kali punya hubungan saling suka ya waktu kelas 6 SD dan berlanjut sampai awal kelas 1 MTs. Doi adalah teman SD di pagi hari dan teman ngaji di sore hari. Awalnya teman biasa. Lama-lama kami saling suka. Tapi, anehnya begitu tau saling suka malah malu mau ngobrol dan ketemu. Aku selalu menghindar dari pandangan si doi. Wkwkwk. Hubungan yang super aneh.  


Karena bingung hubungan itu mau dibawa kemana, sedangkan masa depanku masih panjang dan adik-adikku masih kecil, akhirnya aku memutuskan untuk kabur. Kabur yang baik menurutku saat itu ya masuk pesantren. Ga peduli nanti hidupku di pesantren seperti apa, yang penting aku harus menjauh supaya  tidak ketemu si doi tiap hari. Hahaha


Hari yang aku tunggu masuk pesantren akhirnya datang juga. Di pagi hari yang cerah, aku diantar Bapak berangkat ke pesantren sekaligus membawa perlengkapan selayaknya orang yang mau tinggal di pesantren. Aku masuk pesantren yang pengasuhnya masih ada hubungan kekerabatan dengan eyang kakung. Aku memanggil beliau ”Abah Jamal”. Setelah Bapak menyampaikan niatnya untuk menitipkan aku di pesantren, lantas Abah Jamal menyampaikan bahwa mondok itu seperti kemah. Cuman waktunya lama. Sebagai santri baru, aku baru bisa pulang setelah 40 hari di pesantren. Sedangkan untuk santri lama diperbolehkan pulang 1 (satu) bulan sekali.


Di titik inilah aku menemukan hari baru. Hari untuk memulai hidup yang lebih benar. Masuk pesantren, caraku untuk lari dari pandangan si doi. Aku bersyukur saat itu belum ada ponsel pintar. Sehingga hubungan kami setelah itu benar-benar lenyap dan tidak saling ada kabar. Yeah.


Setelah terjebak dalam hubungan cinta monyet, aku berkomitmen untuk tidak mau mengenal laki-laki. Komitmenku tersebut ternyata gayung bersambut dengan salah satu larangan dari Ibu pengasuh pesantren, yaitu tidak boleh pacaran. Sehingga saat MTs aku hanya fokus belajar, mencari cara supaya aku bisa bebas dari uang SPP. Dan syaratnya harus jadi juara kelas di kelas paralel.


Hal-hal yang aku peroleh selama aku di pesantren saat MTs yaitu:

1.      Belajar membuat keputusan

Keputusan pertama yang aku buat ketika di pesantren adalah aku tidak mau terpengaruh dengan perilaku buruk teman di pesantren, misalnya terlambat berangkat ke sekolah. Sehingga aku mandi lebih pagi dan pergi ke sekolah pun lebih pagi. Tidak pergi bersama-sama dengan teman lainnya. Selain itu, aku juga mendisiplinkan diri belajar setiap malam, ada maupun tidak ada PR aku tetap belajar. Lantai paling atas adalah tempat aku belajar dan menghafal beberapa pelajaran yang perlu dihafal.

2.      Belajar mengatur waktu

Aku belajar mengatur waktu ya di pesantren. Di pesantren, mengatur waktu itu sangatlah mudah. Segala aktivitas dapat mudah diatur karena patokannya jelas. Kapan harus bangun, kapan harus mandi, jam berapa berangkat ke sekolah, dan jam berapa harus tidur. Tantangannya adalah jika ikut organisasi di sekolah, harus benar-benar pandai mengelola dan membagi waktu.

3.      Belajar bersosialisasi

Prinsip dalam aku bersosialisasi adalah berbuat baik kepada siapa pun, meskipun perbuatan baik tidak selalu dibalas dengan kebaikan pula. Tidak masalah. Itu bukan urusan aku. Urusan aku adalah berbuat baik. Selain itu, juga memberikan pertolongan kepada siapa pun yang membutuhkan pertolongan.


Hal yang paling berkesan saat di pesantren adalah sakit gejala tipes. Sakit gelaja tipes adalah sakit yang paling serius yang pernah aku alami. Gejala awalnya adalah demam tinggi dan nggliyeng saat berjalan. Syukurlah demam tingginya hanya 3 hari. Jika demam tinggi mencapai 5 hari maka kata dokter aku harus rawat inap. Dan aku tidak mau rawat inap. Akhirnya aku berusaha keras supaya demam segera mereda dengan makan makanan yang sehat dan rutin minum obat.


Demikian cerita singkat tentang awal mula masuk pesantren dan hal-hal yang aku dapat ketika di pesantren.

 


0 komentar:

Posting Komentar