Keputusan ku masuk pesantren dibilang sangat mendadak. Saking mendadaknya, Bapak tak hentinya bertanya tentang keseriusanku, ”Beneran Nduk mau masuk pesantren?”, tanya Bapak beberapa kali. Dan setiap ditanya, jawabanku selalu ”Iya, Pak”. Bahkan terkadang jawabanku seolah ingin segera masuk pesantren. Ga nunggu bulan depan atau tahun depan. Tapi secepatnya.
Bapak mengira keputusanku masuk pesantren adalah supaya aku
terbebas dari pekerjaan rumah dan tugas menjaga 2 (dua) adikku yang saat itu masih
balita. Padahal bukan itu sebab utamanya. Sebab utamanya adalah karena aku
ingin kabur dari cinta monyet yang tidak jelas. Wkwkwk.
Pertama kali punya hubungan saling suka ya waktu kelas 6
SD dan berlanjut sampai awal kelas 1 MTs. Doi adalah teman SD di pagi hari dan
teman ngaji di sore hari. Awalnya teman biasa. Lama-lama kami saling suka. Tapi,
anehnya begitu tau saling suka malah malu mau ngobrol dan ketemu. Aku selalu
menghindar dari pandangan si doi. Wkwkwk. Hubungan yang super aneh.
Karena bingung hubungan itu mau dibawa kemana, sedangkan
masa depanku masih panjang dan adik-adikku masih kecil, akhirnya aku memutuskan
untuk kabur. Kabur yang baik menurutku saat itu ya masuk pesantren. Ga peduli
nanti hidupku di pesantren seperti apa, yang penting aku harus menjauh supaya tidak ketemu si doi tiap hari. Hahaha
Hari yang aku tunggu masuk pesantren akhirnya datang
juga. Di pagi hari yang cerah, aku diantar Bapak berangkat ke pesantren
sekaligus membawa perlengkapan selayaknya orang yang mau tinggal di pesantren. Aku
masuk pesantren yang pengasuhnya masih ada hubungan kekerabatan dengan eyang
kakung. Aku memanggil beliau ”Abah Jamal”. Setelah Bapak menyampaikan niatnya
untuk menitipkan aku di pesantren, lantas Abah Jamal menyampaikan bahwa mondok
itu seperti kemah. Cuman waktunya lama. Sebagai santri baru, aku baru bisa
pulang setelah 40 hari di pesantren. Sedangkan untuk santri lama diperbolehkan
pulang 1 (satu) bulan sekali.
Di titik inilah aku menemukan hari baru. Hari untuk
memulai hidup yang lebih benar. Masuk pesantren, caraku untuk lari dari
pandangan si doi. Aku bersyukur saat itu belum ada ponsel pintar. Sehingga hubungan
kami setelah itu benar-benar lenyap dan tidak saling ada kabar. Yeah.
Setelah terjebak dalam hubungan cinta monyet, aku
berkomitmen untuk tidak mau mengenal laki-laki. Komitmenku tersebut ternyata
gayung bersambut dengan salah satu larangan dari Ibu pengasuh pesantren, yaitu tidak
boleh pacaran. Sehingga saat MTs aku hanya fokus belajar, mencari cara supaya
aku bisa bebas dari uang SPP. Dan syaratnya harus jadi juara kelas di kelas
paralel.
Hal-hal yang aku peroleh selama aku di pesantren saat MTs
yaitu:
1.
Belajar
membuat keputusan
Keputusan pertama yang
aku buat ketika di pesantren adalah aku tidak mau terpengaruh dengan perilaku
buruk teman di pesantren, misalnya terlambat berangkat ke sekolah. Sehingga aku
mandi lebih pagi dan pergi ke sekolah pun lebih pagi. Tidak pergi bersama-sama
dengan teman lainnya. Selain itu, aku juga mendisiplinkan diri belajar setiap
malam, ada maupun tidak ada PR aku tetap belajar. Lantai paling atas adalah
tempat aku belajar dan menghafal beberapa pelajaran yang perlu dihafal.
2.
Belajar mengatur
waktu
Aku belajar mengatur
waktu ya di pesantren. Di pesantren, mengatur waktu itu sangatlah mudah. Segala
aktivitas dapat mudah diatur karena patokannya jelas. Kapan harus bangun, kapan
harus mandi, jam berapa berangkat ke sekolah, dan jam berapa harus tidur. Tantangannya
adalah jika ikut organisasi di sekolah, harus benar-benar pandai mengelola dan
membagi waktu.
3.
Belajar bersosialisasi
Prinsip dalam aku bersosialisasi
adalah berbuat baik kepada siapa pun, meskipun perbuatan baik tidak selalu dibalas
dengan kebaikan pula. Tidak masalah. Itu bukan urusan aku. Urusan aku adalah
berbuat baik. Selain itu, juga memberikan pertolongan kepada siapa pun yang
membutuhkan pertolongan.
Hal yang paling berkesan saat di pesantren adalah sakit
gejala tipes. Sakit gelaja tipes adalah sakit yang paling serius yang pernah
aku alami. Gejala awalnya adalah demam tinggi dan nggliyeng saat berjalan. Syukurlah
demam tingginya hanya 3 hari. Jika demam tinggi mencapai 5 hari maka kata
dokter aku harus rawat inap. Dan aku tidak mau rawat inap. Akhirnya aku
berusaha keras supaya demam segera mereda dengan makan makanan yang sehat dan
rutin minum obat.
Demikian cerita singkat tentang awal mula masuk pesantren
dan hal-hal yang aku dapat ketika di pesantren.
0 komentar:
Posting Komentar